Sebuah Perjalanan Penuh Makna, Sejarah Cikal Bakal Nasionalisme Di Nusantara
Foto Ilustrasi: Sebuah Perjalanan Penuh Makna, Sejarah Cikal Bakal Nasionalisme Di Nusantara |
Nasionalisme, sebagai landasan suatu negara, memiliki peranan penting yang tak terbantahkan. Justru, ketika semangat nasionalisme memudar, negara bisa terjajah oleh bangsa asing. Di Indonesia, pemahaman akan nasionalisme telah tumbuh sejak masa lampau, namun erosi telah mengikisnya seiring berjalannya waktu.
Satu tonggak awal dalam sejarah nasionalisme Indonesia dapat ditemukan pada era Majapahit pada abad ke-16 M. Di masa tersebut, ada dua tokoh yang dapat dilihat sebagai nasionalis tulen, yaitu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Mereka menyatukan wilayah Nusantara berdasarkan kesamaan budaya, meskipun perbedaan agama tetap ada. Dari Sabang hingga Merauke, dari Selangor hingga Pulau Rote, keberagaman agama tidak menghalangi kebersamaan budaya, dan inilah fondasi awal nasionalisme di Nusantara.
Kerajaan Hayam Wuruk juga mengakui keberagaman dengan menjalin hubungan kekerabatan dengan kerajaan di luar Pulau Jawa, seperti Kesultanan Banjar yang memeluk agama Islam. Meskipun berbeda agama, persamaan budaya tetap menjadi perekat. Bahkan sebelumnya, masa Kerajaan Sriwijaya menunjukkan bahwa penduduk Nusantara memiliki akar nenek moyang yang sama, dengan jejak-jejak perpindahan dari Sumatera ke Jawa.
Puncak kejayaan budaya dan nasionalisme tampak dalam pembangunan Candi Borobudur di bawah pemerintahan Samaratungga dari Wangsa Sailendra. Bahkan, kemudian terjadi penyatuan di bawah kekuasaan Wangsa Sailendra di Jawa dan Sumatra pada abad ke-8 M, dengan pusat perdagangan di Palembang.
Namun, semangat nasionalisme terkikis seiring datangnya penjajahan. Pada abad ke-17, VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda, mulai menguasai Indonesia. Upaya memecah belah melalui politisasi agama menjadi strategi Belanda dalam menjajah Indonesia.
Belanda memanfaatkan perbedaan agama untuk memecah belah, menguasai Kesultanan Makassar, Tidore, serta kerajaan-kerajaan di Jawa seperti Brawijaya dan Mataram. Para tokoh seperti Cornelius Speelman dan Snock Hergenje menggunakan politisasi agama untuk menciptakan perpecahan di Indonesia, memperpanjang penjajahan.
Pentingnya persatuan dan nasionalisme kembali ditegaskan pada awal abad ke-20. HOS Tjokroaminoto, diikuti oleh para pemuda Indonesia, menjadi pionir dalam membangkitkan semangat nasionalisme. Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, yang dirumuskan oleh Bung Karno, menjadi hasil dari semangat nasionalisme dan persatuan yang kuat.
Nasionalisme bukan hanya sekadar semangat, melainkan juga filosofi hidup bagi bangsa Indonesia. Memperkuat karakter, menumbuhkan solidaritas, dan mengatasi batasan suku, agama, dan ras adalah inti dari nasionalisme Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa semangat ini mampu memandu perjuangan bangsa menuju kemerdekaan dan persatuan yang sejati.