Media Rakyat

Siyami, Penenun Tertua Banyuwangi, Berjuang Lestarikan Warisan Tenun Osing di Tengah Ancaman Kepunahan


BANYUWANGI, MEDIARAKYAT
– Di tengah derasnya arus modernisasi, Siyami (72), seorang perajin dari Desa Jambesari, Kecamatan Giri, menjadi benteng terakhir pelestarian tenun khas Suku Osing Banyuwangi. Sebagai satu-satunya penenun tertua di daerahnya, Siyami dengan gigih menjaga warisan budaya leluhur yang semakin terancam punah.  

Tenun Osing, dengan motif unik seperti Solok, Gedhog, Kluwung, dan Boto Lumut, merupakan karya seni yang sarat makna. Masing-masing motif memiliki filosofi tersendiri, mulai dari ritus kehidupan hingga simbol keindahan tanpa makna khusus. Namun, pembuatan kain ini memerlukan keahlian dan kesabaran tinggi, karena setiap helainya membutuhkan proses yang kompleks dan bisa memakan waktu hingga satu bulan.

Siyami mengenang awal mula ia belajar menenun secara otodidak dengan hanya mengamati ibunya. "Saya tidak pernah diajari menenun oleh ibu, hanya mengamati. Setelah ibu meninggal, saya mencoba sendiri dengan modal ingatan," tuturnya pada Minggu (08/12/2024).  

Belajar menenun tidaklah mudah bagi Siyami. Ia kerap gagal, hingga akhirnya memutuskan untuk berdoa di pusara ibunya. “Saya berdoa di makam ibu, meminta petunjuk. Setelah itu, saya coba lagi, dan akhirnya berhasil," kenangnya.

Sayangnya, regenerasi penenun Osing semakin menurun. Menyadari hal ini, Siyami kini tengah mengajarkan keterampilan menenun kepada anaknya dengan harapan tradisi ini tidak hilang ditelan waktu. "Apa yang saya lakukan ini semoga bisa melestarikan tenun Osing dan menginspirasi generasi muda untuk menjaga kekayaan budaya Banyuwangi," harapnya.

Proses pembuatan kain tenun Osing dimulai dari berbagai tahapan tradisional, seperti njenang (mengolah nasi dicampur air), nyikati benang (melapisi benang), nggulung/ngliring (menggulung benang), hingga mani (memasukkan benang ke alat tenun). Tahapan-tahapan ini mencerminkan kekayaan tradisi dan kesabaran yang tinggi. (MR/wir)
Mediaku
Mediaku