BANYUWANGI – Soliditas warga Banyuwangi yang merantau ke berbagai daerah terus menunjukkan peran strategis dalam mendukung pembangunan daerah asal. Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) menjadi wadah penting untuk menghimpun potensi diaspora dalam mendorong kemajuan kampung halaman.
“Kolaborasi lintas sektor sangat penting. Banyuwangi tidak bisa hanya bergantung pada sumber daya lokal atau ASN. Perlu sinergi dari seluruh elemen, termasuk para perantau,” ujar Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, saat menghadiri Halal bi Halal Ikawangi Bandung di Puri Bambu, Bandung, Minggu (4/5/2025).
Ipuk juga mengajak warga Banyuwangi di perantauan untuk terus mengembangkan kapasitas diri dan meraih prestasi, agar dapat memberikan kontribusi nyata bagi daerah asal.
“Kalau dulu sempat ramai tagar kabur aja dulu, itu sah-sah saja. Jelajahi dunia, perbanyak pengalaman. Tapi jangan lupakan kampung halaman. Mari kembali dan bangun Banyuwangi dengan keahlian yang sudah dimiliki,” tambah Ipuk.
Ajakan tersebut disambut antusias oleh para anggota Ikawangi. Meski tinggal jauh dari tanah kelahiran, semangat untuk turut membangun Banyuwangi tetap menyala.
“Apa pun yang dibutuhkan Banyuwangi, selama kami mampu, kami siap membantu,” kata Djuhri Rosyidi, sesepuh Ikawangi Bandung yang merupakan mahasiswa ITB pertama asal Banyuwangi angkatan 1957.
Djuhri, yang juga pensiunan pejabat Kementerian ESDM, menyebut banyak diaspora Banyuwangi kini menguasai berbagai bidang keilmuan, mulai dari kebencanaan, pertambangan, hingga penerbangan.
Ketua Ikawangi Bandung, Edy Suwondo—dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB—menyebut proses regenerasi terus berjalan. “Banyak akademisi muda dari Banyuwangi yang kini berkembang di berbagai kampus ternama,” ujarnya.
Menurut Edy, kemajuan Banyuwangi belakangan ini memotivasi para diaspora untuk lebih menunjukkan identitasnya dan aktif berkontribusi. “Kami bangga mengaku berasal dari Banyuwangi dan merasa tertantang untuk turut memajukannya,” tutur pria asal Genteng ini.
Halal bi halal ini dihadiri bukan hanya oleh Ikawangi Bandung, tetapi juga perwakilan Ikawangi dari kota-kota lain di Jawa Barat dan Jakarta. Salah satu sosok yang menarik perhatian adalah Dr. Dewi Agustiningsih, perempuan kelahiran 1998 yang berhasil menyelesaikan program doktoralnya di UGM sebagai lulusan termuda dan tercepat.
“Sejak November tahun lalu saya tinggal di Bandung, setelah diterima menjadi dosen di ITB,” kata Dewi, yang memiliki keahlian di bidang kimia.
