Banyuwangi – Polemik terkait keberlangsungan Banyuwangi Creative Market (BCM) yang selama ini rutin digelar setiap Minggu pagi di kawasan Car Free Day (CFD) Taman Blambangan, kembali mencuat dan memancing perhatian publik. Wacana relokasi, bahkan penghapusan pasar kreatif ini dari jantung kota, memicu gelombang penolakan dari pelaku UMKM serta masyarakat yang selama ini menjadi bagian dari geliat ekonomi kreatif di Banyuwangi.
BCM bukan sekadar ajang jual beli. Pasar ini telah menjadi ikon mingguan yang menggeliatkan ekonomi lokal, memberi ruang ekspresi bagi pelaku usaha kecil, serta menghadirkan nuansa wisata kreatif yang bersinergi dengan semangat CFD. Maka tak heran, ketika muncul kabar akan dipindahkannya atau bahkan ditiadakannya BCM dari area Taman Blambangan, berbagai elemen masyarakat menyuarakan keresahannya.
Menanggapi dinamika ini, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Permukiman (DPU CKPP), Dr. Suyanto Waspo Tondo Wicaksono, M.Si., angkat bicara.
“Pemerintah tidak serta-merta mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan berbagai aspek. Kami memahami bahwa BCM memiliki peran penting bagi UMKM, namun penataan kawasan kota juga menjadi prioritas agar tetap nyaman dan tertib,” ujarnya.
Dr. Suyanto menegaskan bahwa wacana relokasi BCM masih dalam tahap kajian dan dialog. Pemerintah tengah berupaya mencari solusi terbaik yang tidak hanya mengakomodasi kebutuhan UMKM, tetapi juga memperhatikan estetika, fungsionalitas ruang publik, dan kenyamanan masyarakat umum.
Pernyataan tersebut diharapkan dapat meredam kekhawatiran pelaku UMKM yang merasa bahwa ruang berekspresi mereka kian menyempit. Banyak di antara mereka yang mengaku merintis usaha dari nol di BCM, dan menggantungkan sebagian besar penghasilan dari aktivitas mingguan tersebut.
Salah satu pelaku UMKM, Wina (34), yang rutin menjajakan produk kriya dan aksesoris handmade, menyampaikan harapannya, “Kami tidak menolak penataan, tapi tolong libatkan kami dalam dialog. Jangan sampai kami kehilangan tempat usaha hanya karena alasan estetika kota.”
Sejumlah komunitas kreatif dan penggiat UMKM bahkan berencana mengajukan petisi agar BCM tetap dipertahankan di lokasi semula. Bagi mereka, pasar ini bukan sekadar tempat berdagang, tapi juga ruang silaturahmi, kolaborasi, hingga pertumbuhan ekosistem ekonomi kreatif Banyuwangi.
Polemik ini menjadi pengingat bahwa dalam setiap kebijakan tata kota, perlu ada keseimbangan antara estetika dan fungsi sosial. Jika tidak ditangani dengan bijak, potensi konflik horizontal dan hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah bisa menjadi dampaknya.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi diharapkan membuka ruang dialog terbuka dan menyerap aspirasi semua pihak, sebelum mengambil keputusan final terkait nasib BCM ke depan. ( ikhsan Suryadi )
