BANYUWANGI – Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, mengembangkan peternakan ayam petelur sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan sekaligus mengentaskan kemiskinan. Tidak hanya menghasilkan telur, program ini juga menjadikan hasil ternak sebagai bantuan pangan bergizi bagi ratusan warga miskin, lansia, ibu hamil, dan balita penderita stunting.
Program yang mulai digagas sejak pertengahan 2024 ini menggunakan Dana Desa sebagai modal. Selain membuka lapangan kerja bagi warga, hasil peternakan juga dibagikan secara rutin kepada masyarakat yang membutuhkan.
“Ini salah satu contoh efektif penggunaan Dana Desa. Selain untuk penguatan ketahanan pangan, juga bisa menjadi strategi pengentasan kemiskinan,” kata Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, Rabu (7/5/2025).
Ipuk menambahkan, program ini sejalan dengan visi ketahanan pangan nasional yang saat ini tengah digaungkan pemerintah pusat.
“Sesuai arahan Presiden Prabowo, kita harus memastikan seluruh keluarga bisa mengakses pangan yang cukup dan bergizi. Semoga program seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lainnya,” ujarnya.
Banyuwangi sendiri telah meluncurkan berbagai program ketahanan pangan. Salah satunya adalah Sister Say (Sistem Terintegrasi Ternak, Ikan, dan Sayur), yang memadukan peternakan, pertanian, dan perikanan dalam satu kawasan. Program ini melibatkan ibu rumah tangga untuk mengelola pekarangan sebagai sumber konsumsi harian dan tambahan penghasilan.
Kepala Desa Watukebo, Maimun Hariyono, menjelaskan bahwa inisiatif ini lahir dari keinginan menciptakan program ekonomi produktif yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat.
“Sejak pertengahan 2024, kami mengalokasikan Dana Desa untuk program ketahanan pangan melalui budidaya ayam petelur. Kami membangun kandang yang mampu menampung ribuan ayam, memulai dengan pembelian bibit dan pakan, lalu membesarkannya dengan pendampingan dari tenaga ahli,” jelas Hariyono.
Modal awal yang digunakan sebesar 20 persen dari Dana Desa, yakni sekitar Rp263 juta. Dana ini digunakan untuk membangun kandang, membeli bibit ayam, dan memenuhi kebutuhan pakan hingga masa panen tiba.
Dalam pengelolaannya, Pemdes melibatkan kelompok peternak lokal dan warga sekitar, dengan tujuan meningkatkan ekonomi sekaligus melakukan transfer pengetahuan. Selain memperoleh penghasilan, warga juga mendapat pelatihan langsung dari ahli peternakan, sehingga program ini diharapkan dapat berkembang secara berkelanjutan.
“Saat ini ada delapan orang yang kami libatkan dalam budidaya ayam di kandang. Memang masih sedikit, karena sistem kandang kami sudah semi-modern sehingga tidak semuanya membutuhkan tenaga manual,” kata Hariyono.
Saat ini, sebanyak 1.000 ayam petelur tengah dibudidayakan. Produksinya mencapai 85 persen, atau sekitar 850 butir telur per hari. Telur-telur tersebut diprioritaskan untuk program ketahanan pangan desa, sementara sisanya dijual ke pasaran.
Setiap bulan, Pemdes Watukebo mampu membagikan sekitar 4.000–5.000 butir telur kepada ratusan warga dari kelompok rentan, seperti warga miskin, lansia, ibu hamil, dan balita stunting.
“Masing-masing penerima mendapatkan 10 butir telur per bulan. Distribusi dilakukan oleh kader saat kegiatan posyandu,” terangnya.
Selain untuk kelompok rentan, Pemdes juga membagikan telur secara gratis dalam berbagai kegiatan desa, seperti peringatan Maulid Nabi atau pengajian akbar. Bahkan, ketika ada warga yang meninggal dunia, desa turut menyumbangkan telur untuk kegiatan tahlilan di rumah duka.
Hampir setahun berjalan, program ini menunjukkan hasil positif. “Tahun ini, kami kembali menganggarkan dana sebesar Rp344 juta. Dana ini akan digunakan untuk pembangunan kandang tambahan dan pembelian 1.500 bibit ayam petelur. Insyaallah segera direalisasikan setelah Dana Desa cair,” kata Hariyono.
Program ini juga terbukti membantu menurunkan angka stunting di desa. Dari 57 balita stunting pada 2023, turun menjadi 37 balita pada 2024. (*)
